INTERPRETASI ESENSI CINTA

Pendahuluan
 

Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-NYA (QS Al-Maidah:54)

Bukan hanya dahulu dan sekarang cinta dibicarakan dan diungkapkan, tapi lebih dari itu esok dan seterusnya dimanapun manusia hidup berada, sebagaimana orang membicarakan sedih, bahagia, marah, benci, de el el. Sejak diciptakanya manusia pertama, hingga saat ini cinta adalah sesuatu yang diagungkan. Namun dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, cinta kehilangan makna sebenarnya. Dalam tulisan ini, izinkan saya mengungkapkan makna cinta secara faktual dan ilmiah (rasional). Saya sajikan tulisan ini berdasarkan permintaan dari beberapa teman-teman SMA saya. Silahkan untuk kritik dan saranya..!

Pengertian Cinta

Dalam hemat penulis, cinta adalah kecenderungan seseorang terhadap sesuatu yang memiliki kesesuaian dengan dirinya. Dengan demikian cinta memiliki jangkauan yang luas, tapi bukan berarti kata cinta adalah sesuatu yang abstrak. Implementasi dari pendapat saya tersebut adalah semisal anda memiliki kecenderungan terhadap seseorang entah itu keluarga, teman, guru, lawan jenis, dsb. Dalam kecenderungan anda tersebut, pastilah ada hal-hal dari orang tersebut, yang sesuai dengan apa yang anda inginkan, entah itu kebaikan hatinya, keelokan fisiknya, keilmuannya dan kemampuannya, ataupun materi, bahkan kedudukan yang dimilikinya, kecnderungan tersebutlah yang dinamakan cinta. Dengan kata lain, semakin banyak hal-hal yang sesuai dengan apa yang anda inginkan pada sesuatu entah itu benda mati (semisal uang/harta) ataupun makhluk hidup, bahkan Tuhan, maka semakin cenderung anda padanya.
Tren yang berkembang saat ini, dimana ada yang memaknai cinta sejati hanya pada lawan jenis atau personal tertentu, menurut hemat penulis hal tersebut merupakan pemaknaan yang keliru. Mungkin bagi yang pernah membaca kitab karya ulama yang dijuluki ‘Raksasa Pemikir’ yang mendahului semua pemikir, sang hujjatul Islam, Syeikh Muhamad bin Muhamad bin Muhamad at-Thousy al-Ghozali, yang berjudul Al-Mahabbah wa Asy Syauq wa Al-Uns wa Ar-Ridla dalam Ihya ‘Ulumudin jilid V, bisa jadi anda akan mengatakan cinta sejati yo hanya pada Allah semata. Baik secara parsial maupun universal, pendapat itulah yang paling tepat

Antara Cinta & Nafsu

Pendapat ataupun opini tentang cinta begitu banyak dan variatif, pada realitas empiris menurut saya masyarakat Indonesia tergolong belum bisa memaknai cinta dengan hakiki. Pada karya-karya seni anak bangsa yang mengatas namakan cinta, semisal novel, lagu, atau sajak puisi, dsb, belum ada yang memberi keterangan tentang cinta secara esensial. Cinta selalu dikorelasikan dengan hubungan dua insan berlawanan jenis, yang kadang dibalut dengan kisah romantisme keagamaan. Cinta sebagaimana tersebut adalah cinta berbasis nafsu duniawi, karena cinta sendiri menurut hemat saya dapat diklasifikasikan sebagai berikut;
Pertama cinta secara materialistik, disini kecenderungan seseorang terhadap obyeknya berorientasi pada kenikmatan duniawi. Pada tahap ini orang akan mencintai obyek, dengan mengesampingkan beberapa poin-poin dalam agama, meskipun masih dalam batas poin-poin yang lain dalam agama. Misalnya sepasang anak muda yang berpacaran, dengan mengusung tema cinta, mereka mempertemukan ‘otot orbicularis oris dalam keadaan kontraksi’ (bahasa biologi utk orang yg……he2). Pernyataan cinta mereka tidak dapat disalahkan, karena meraka memang cinta tapi secara duniawi (materalistik).
Kemudian yang kedua, cinta secara teologistik. Nah, pada fase ini seseorang mencintai obyeknya dengan berorientasi pada kehidupan ukhorowi (kehidupan yang kekal abadi). Inilah tingkat esensial cinta tertinggi, pasalnya pada fase ini kekuatan cintanya membuat sang pencinta mengesampingkan segala tindak yang tidak manusiawi (semisal; 'berduaan' dengan bukan mahrom baik secara listening maupun speaking, dsb). Kecintaannya kepada obyek adalah berdasarkan kecintaanya pada sang pencipta yakni Allah, sehingga ia tidak sudi melanggar supremasi hukum dari Allah.

Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS:At-Taubah:24)

0 komentar:



Posting Komentar